Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 18 September 1948 pernah melakukan pemberontakan terhadap Pemerintah RI di Madiun. Tujuannya ingin mendirikan negara komunis dengan jalan kekerasan dan pembunuhan. Pada waktu itu banyak para ulama, TNI, tokoh masyarakat serta rakyat yang tidak berdosa lainnya menjadi korban kebiadabannya. Meskipun PKI waktu itu telah berhasil ditumpas oleh TNI bersama rakyat yang setia kepada Pancasila, namun diyakini mereka yang tersisa masih tetap berbahaya, dan akarnya bisa tumbuh sewaktu-waktu.
Sejak tahun 1950. PKI berhasil ikut dalam kehidupan partai politik, terutama pada masa Demokrasi Terpimpin. Setelah berhasil dengan usahanya tersebut, mereka berhasil pula mempengaruhi negara dan rakyat dengan tipudaya, bujukan dan hasutan yang tidak betanggung jawab.
Sejak tahun 1950. PKI berhasil ikut dalam kehidupan partai politik, terutama pada masa Demokrasi Terpimpin. Setelah berhasil dengan usahanya tersebut, mereka berhasil pula mempengaruhi negara dan rakyat dengan tipudaya, bujukan dan hasutan yang tidak betanggung jawab.
Pada tahun 1965 PKI semakin giat melancarkan segala bentuk propagandanya. PKI melancarkan pula aksi-aksi sepihak dan tindakan pisik lainnya. Yang mereka anggap menghalangi atau lawan, mereka bunuh dan yang mereka anggap teman mereka rangkul dan dilindungi.
Pada tahun 1965 ini juga, Presiden Soekarno menderita sakit. Ketika itu dokter yang sengaja didatangkan dari RRC setelah memeriksa beliu menyatkan bahwa penyakit Presiden semakin parah keadaannya. Selanjutnya dikatakan pula oleh dokter tersebut bahwa kemungkinan Presiden akan menjadi lumpuh dan bahkan dapat segera meninggal dunia.
Mengetahui keadaan demikian. DN Aidit, tokoh pimpinan PKI memutuskan akan segera melancarkan kudeta atau perebutan kekuasaan terhadap Pemerintah RI yang sah. Untuk itu mereka melatih kader-kadernya seperti Pemuda Rakyat, Gerwani guna mempersiapkan diri ikut pemberontakan. Selain itu mereka juga menyebarluaskan desas desus atau kabar bohong dengan memberitakan bahwa Dewan Jenderal akan melakukan perebutan kekuasaan pemerintah. PKI juga telah membentuk Biro Khusus dan mengirim agen-agennya menyusup ke dalam tubuh ABRI. Tugas khusus ini seperti dilakukan oleh Brigjend Supardjo dan Letkol. Untung.
Sebelum subuh tanggal 1 Oktober 1965 Gerakan 30 September PKI mulai melancarkan aksinya. mereka melakukan penculikan terhadap beberapa perwira TNI Angkatan Darat. Penculikan dilakukan oleh Pasukan Cakrabirawa. Pasukan ini dikenal sebagai Pasukan Pengawal Presiden. Para Jenderal yang mereka culik itu dianiaya terlebih dahulu sebelum dibunuh. Setelah itu jenazahna mereka masukan ke dalam sumur tua di daerah Lobang Buaya, Jakarta Timur.
Diantara para Jenderal yang menjadi korban kekejaman G 30 S/PKI antara lain:
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani
2. Mayor Jenderal Soeprapto
3. Mayor Jenderal M.T. Haryono
4. Mayor Jenderal S. Parman
5. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
6. Brigadir Jenderal D.I Panjaitan
7. Letnan Satu Pierre Tendean
Sedangkan usaha penculikan terhadap diri Jenderal AH. Nasution mengalami kegagalan karena ia berhasil meloloskan diri. Tetapi putrinya bernama Ade Irma Suryani yang berusia 5 tahun gugur akibat terkena tembakan Pasukan Cakrabirawa yang mengepung rumahnya. Demikian pula ajudannya Letnan Satu Pierre Tendean juga menjadi korban penculikan dan dibawa gerombolan G 30 S/PKI ke Lubang Buaya kemudian dibunuh.
Sebelum subuh tanggal 1 Oktober 1965 Gerakan 30 September PKI mulai melancarkan aksinya. mereka melakukan penculikan terhadap beberapa perwira TNI Angkatan Darat. Penculikan dilakukan oleh Pasukan Cakrabirawa. Pasukan ini dikenal sebagai Pasukan Pengawal Presiden. Para Jenderal yang mereka culik itu dianiaya terlebih dahulu sebelum dibunuh. Setelah itu jenazahna mereka masukan ke dalam sumur tua di daerah Lobang Buaya, Jakarta Timur.
Diantara para Jenderal yang menjadi korban kekejaman G 30 S/PKI antara lain:
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani
2. Mayor Jenderal Soeprapto
3. Mayor Jenderal M.T. Haryono
4. Mayor Jenderal S. Parman
5. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
6. Brigadir Jenderal D.I Panjaitan
7. Letnan Satu Pierre Tendean
Sedangkan usaha penculikan terhadap diri Jenderal AH. Nasution mengalami kegagalan karena ia berhasil meloloskan diri. Tetapi putrinya bernama Ade Irma Suryani yang berusia 5 tahun gugur akibat terkena tembakan Pasukan Cakrabirawa yang mengepung rumahnya. Demikian pula ajudannya Letnan Satu Pierre Tendean juga menjadi korban penculikan dan dibawa gerombolan G 30 S/PKI ke Lubang Buaya kemudian dibunuh.
Dalam aksinya PKI juga membunuh seorang polisi yaitu Peltu Politis Karel Sasuit Tubun yang berusaha mencegah Gerombolan PKI itu masuk ke dalam rumah Dr. Leimena.
Di Jawa Tengah, G 30 S/PKI berhasil merebut Markas Kodam VII Dikonegoro di Semarang dan Markas Korem 072 di Yogyakarta. Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiona telah pula menjadi korban keganasan PKI.
Setelah kejadian penculikan itu, Mayor Jenderal Soeharto yang meneriman laporan tentang adanay penculikan terhadap para perwira TNI AD, segera bertindak dengan melakukan langkah-langkah yang perlu guna mengatasi keadaan yang gawat dan membahayakan keamanan negara dan pemerintah. Pada tanggal 1 Oktober 1965 Panglima Kostrad, Mayor Jenderal Soeharto dapat menguasai situasi. Kemudian Mayor Jenderal Soeharto menugaskan Kolonel Sarwo Edi Wibowo, Komandan Pasukan RPKAD memimpin pasukannya guna merebut dua tempat yang telah dikuasai oleh PKI. Kedua temapt yang telah dikuasai PKI ialah Pangkalan udara Halim Perdana Kusuma dan Kantor Pusat Pemberitaan RRI. Berkat kesiagaan dan keberaniaan Pasukan RPKAD ini, maka lapangan terbang Halim Perdana Kusuma dan RRI berhasil direbut kembali dari penguasaan gerombolan PKI.
Sementara itu DN Aidit, tokoh pimpinan PKI yang juga dalang pemberontakan G 30 S/PKI tertewas di Surakarta sewaktu berusaha akan melarikan diri ke Rusia. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, jelas bahwa PKI masih merupakan bahaya nyata yang ingin terus berusaha merebut kekuasaan Pemerintah RI yang sah. Karena itu PKI harus lenyap dan tidak boleh hidup di negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Untuk memperingati dan menghargai jasa para pahlawan revolusi yang gugur akibat kekejaman G 30 S/PKI maka Pemerintah membangun Tugu Peringatan Monumen Pancasila Sakti di daerah Lubang Buaya (tempat terjadinya peristiwa). Pemerintah kemudian menetapkan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Sumber : Modul Sejarah Paket B, IX/2/08/W Dirjen Diklusepora, 2006.
SEJARAH PEMBERONTAKAN G 30 S/PKI DAN PENCULIKAN JENDERAL
Judul Artikel : SEJARAH PEMBERONTAKAN G 30 S/PKI DAN PENCULIKAN JENDERAL
0 komentar:
Posting Komentar