Kelompok Belajar |
Visiuniversal-- Warga belajar dan siswa sekalian, dalam pembahasan materi Sosiologi kali ini kita akan memahami tentang agen-agen sosialisasi, Yang dimaksud dengan agen sosialisasi atau media sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi. Dalam sosiologi terdapat empat agen atau media sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok sebaya atau sepermainan, sekolah atau kelompok belajar, dan media masa.
1. Keluarga
Pada awal kehidupan seseorang, agen atau media sosialisasi yang utama adalah keluarga. Peran keluarga sebagai agen sosialisasi yang pertama terletak pada pentingnya pengenalan kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan dalam tahap ini. Pada tahap ini seorang anak belajar berkomunikasi lewat pendengaran, penglihatan, perasa, dan sentuhan fisik. Sosialisasi pada tahap awal ini sangat penting, karena pada periode inilah kemampuan-kemampuan tertentu diajarkan.
Proses sosialisasi akan gagal, jika proses itu terlambat dilakukan. Seperti gambar berikut ini, melalui interaksi dalam keluarga, anak mempelajari kebiasaan, sikap, perilaku, dan nilai-nilai budaya yang diyakini dalam keluarga maupun masyarakat.
Nilai-nilai budaya yang tumbuh di masyarakat berguna untuk mencari keselarasan atau keharmonisan hidup. Nilai-nilai budaya ini diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan nilai dimungkinkan sesuai dengan tuntutan jaman, asalkan menuju perbaikan.
Oleh karena itu, proses sosialisasi dalam setiap diri anak sangat penting. Proses sosialisasi ini dimulai dari lingkungan keluarga, yaitu bagaimana suatu keluarga mempunyai pola asuh yang sesuai dengan budaya keluarga itu. Jadi keluarga mempunyai fungsi sosialisasi, antara lain :
a. Sebagai tempat awal perwarisan budaya agar anak terbiasa dengan aturan yang dianut oleh masyarakat setempat.
b. Merupakan wadah pembentukan watak, kepribadian, budi pekerti agar anak dapat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat setempat.
Uraian di atas merupakan proses sosialisasi di keluarga yang ideal. Adakalanya proses sosialisasi berlangsung tidak sempurna dikarenakan ada beberapa faktor. Misalnya, ada pergeseran nilai tentang peran perempuan. Dewasa ini, di Indonesia telah berkembang nial budaya bahwa perempuan tidak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga saja, tetapi juga sebagai perempuan pekerja yang berkarir atau menjadi tenaga tenaga kerja wanita yang bekerja di luar negeri. Perubahan ini bedampak pada pola asuh anak, pengasuhan anak tidak hanya oleh orang tua, tetapi dibantu oleh pengasuh anak atau keluarga dari orang tua. Hal ini akan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak.
Sosialisasi primer yang berlangsung dikeluarga merupakan awal dari pembentukan kepribadian anak. Bahwa anak merupakan makhluk yang rentan, tergantung, lugu, dan memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus, sehingga anak memerlukan perawatan dan perlindunga yang khusus pula. Keluarga yang harmonis, penuh cinta kasih, dan pengeritian adalah tempat untuk berkembangnya secara penuh baik fisik maupun mental. Namun, ada sejumlah kondisi anak-anak Indonesia tergolong dalam kondisi yang kurang beruntung.
Keluarga dengan tekanan ekonomi yang berat merupakan salah satu faktor yang berdampak pada pola asuh terhadap anak. anak yang seharusnya masih berada pada usia sekolah terpaksa membantu orang tua untuk bekerja. Keadaan ini menjadi parah, karena 80 persen dari pekerja anak terutama di pedesaan, mereka bekerja tanpa dibayar. Akibat dari itu semua perkembangan diri anak menjadi terganggu. Anak mengalami kekerasan fisik, putus sekolah, salah pergaulan, yang pada umumnya tidak memperbaiki kodrat mereka sebagai anak. Di bawah ini, contoh kasus perjalanan bagaimana seorang anak menjadi anak jalanan.
2. Kelompok Sebaya atau Sepermainan (peer group)
Anak setelah bisa berjalan dan berbicara, juga membutuhkan kegiatan bermain. Interaksi dengan orang lain atau teman sebaya, membuat anak mengenal beragam aturan tentang peranan setiap individu. Seperti gambar di bawah ini, anak-anak begitu ceria dengan teman sepermainannya.
Dengan bermain anak mengenal nilai-nilai solidaritas, keadilan, toleransi, dan kebenaran. Semakin bertambah usai anak, media sosialisasi kelompok sebaya memberi pengaruh yang begitu besar dalam pembentukan kepribadian seseorang.
Seseorang tidak bisa melepaskan hubungannya dengan jaringan kelompok. Kelompok adalah tiap kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Sebagai remaja, kamu dituntut selektif pada saat menentukan keanggotaan dalam berkelompok. Sikap-sikap apa saja yang harus kita tunjuk dalam berinteraksi sosial dengan teman-teman kita?
a. Sikap toleran terhadap keragaman perilaku
Keragaman perilaku akan menentukan pada kelompok mana seorang remaja akan bergabung. Bentuk kelompok dibedakan menjadi dua, yaitu kelompok sendiri dan kelompok luar. Kelompok sendiri adalah kelompok dimana aku menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok luar adalah kelompok yang aku tidak menjadi anggota kelompok itu. Kedua bentuk kelompok itu sangat penting karena dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Kelompok sendiri mengharapkan anggota kelompok mendapatkan pengakuan, kesetiaan, dan pertolongan. Dari kelompok luar kita menerima sikap permusuhan atau persaingan. Untuk itu sikap toleransi diperlukan untuk melihat keragaman perilaku antar teman. Karena dengan bersikap toleran, pertentangan dapat dihidari dan akan tercipta keselarasan dalam hubungan antar kelompok.
b. Sikap kritis dalam menentukan kelompok
Seseorang dalam menentukan pilihan untuk bergabung dengan kelompok harus bersikap kritis. Dilihat dari tipe hubungan kelompok dapat dibedakan menjadi kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer adalah kelompok dimana kit dapat mengenal sebagai seorang pribadi yang akrab. Dalam kelompok primer hubungan bersifat tidak resmi, akrab, dan personal. Contoh, kelompok yang mempunyai kesamaan hobi, kesamaan tempat tinggal, dan sebagainya. Sedangkan kelompok sekunder adalah lebih bersifat resmi, dna didasarkan pada tujuan. Contohnya adalah kelompok belajar, kelompok ilmiah remaja, dan sebagainya. Kelompok primer lebih menekankan pada hubungan, sedangkan kelompok sekunder lebih berorientasi pada tujuan. Seorang siswa harus bersikap kritis dalam menentukan pilihan berkelompok. Kelompok sebaiknya bisa membentuk kepribadian seseorang untuk berperilaku lebih baik. Kekeritisan seseorang dibutuhkan terutama dalam lingkungan yang keras. Munculnya anak-anak jalanan tidak semata-mata karena tekanan ekonomi keluarga, tetapi terjadinya kekerasan dalam keluarga juga menjadi pemicu anak-anak terdampar di jalanan. Anak-anak jalanan sangat rentan terhadap perjudian, penyalahgunaan obat-obatan, dan kekerasan dalam kelompok mereka. Anak-anak terjerumus demikian, karena mereka tinggal dengan orang yang memperkerjakan mereka atau dengan rekan keraja yang lebih dewasa. Sedangkan, kebutuhan dan gaya hidup mereka berbeda. Kondisi ini memengaruhi perkembangan psikologis anak. Contoh, anak-anak yang berkerja sebagai operator jermal dan pemancingan melakukan perjudian dan merokok. Oleh karena itu, seleksi terhadap kelompok bergaul menjadi sesuatu yang berharga, agar tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. Pemerintah dan masyarakat diharapkan memahami keberadaan anak-anak jalanan dengan tidak bertindak sewenang-wenang, tetapi berpartisipasi untuk mengembalikan mereka ketempat yang aman dan layak.
3. Sekolah atau Kelompok Belajar
Sekolah sebagai jalur pendidikan formal atau kelompok belajar, adalah bagian dari pendidikan non formal merupakan agen sosialisasi yang mengajarkan hal-hal baru yang tidak diajarkan dikeluarga maupun dalam interaksi dengan kelompok sebaya.
Kelompok belajar mempersiapkan peran-peran baru untuk masa mendatang saat seseorang tidak tergantung lagi pada orangtuanya. Selain mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan mengembangkan intelektual anak, kelompok belajar atau sekolah juga membekali peserta didik dengan kemandirian, tanggung jawab, dan tata tertib.
Peran pemerintah maupun masyarakat yang aktif dan peka terhadap potensi di wilayahnya, memberi peluang untuk menyejahterakan masyarakat dengan meningkatkan keterampilan mereka. Contoh, keterampilan yang dibina oleh lembaga-lembaga pendidikan nonformal, disesuaikan dengan kondisi geografis lembaga penyelenggara kegiatan keterampilan tersebut.
4. Media Massa
Media Massa meliputi media cetak yaitu surat kabar, majalah atau tabloid, dan media elektronik, antara lain radio, televisi, internet, film. Media massa, dewasa ini berperan besar sebagai media sosialisasi. Sikap kritis dari setiap individu akan mampu menyaring beragam informasi yang sangat gencar diberikan oleh media massa.
Gencarnya tayangan iklan di media cetak atau media elektronik mendorong manusia untuk berperilaku konsumtif. Pedagangan bebas dan pesatnya teknologi informasi membuat arus barang dari negara satu ke negara lain bergerak cepat. Demikian pula gaya hidup yang mengarah pada pola konsumtif dan cara perolehannya yag mudah menjadi ancaman bagu budaya lokal. Film atau sinetron yang menayangkan budaya kekerasan menjadi contoh dalam kehidupan sehari-hari pada saat seseorang terlibat suatu masalah.
Demikian juga beragam hiburan televisi yang mengarah pada budaya pop, mudah dinikmati setiap saat dengan beragam bentuk dari berbagai stasion televisi yang begitu banyak.
Di sisi lain, media massa memberikan manfaat dalam menyebarkan ilmu pengetahuan atau membuka wawasan seseorang dalam menyikapi berbagai informasi. Misalnya, masalah tenaga kerja Indonesia ilegal di Malaysia. Dari media massa kita mendapatkan informasi apa dampak bila menjadi TKI secara ilegal, apa saja prosedur yang seharusnya dilakukan oleh TKI. Beragam informasi mengelilingi kita, bagaimana kita menyikapi informasi itu ditentukan oleh kepribadian masing-masing individu.
3. Bentuk Sosialisasi
Sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder adalah dua bentuk sosialisasi. Sosialisasi primer adalah sosialisasi yang berlangsung pada tahap awal kehidupan seseorang sebagai manusia. Sosialisasi ini terjadi di lingkungan keluarga, yang mengajarkan anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat.
Sedangkan sosialisasi sekunder adalah proses yang memperkenalkan seseorang dalam lingkungan diluar keluarganya. Sosialisasi sekunder berlangsung di kelompok belajar, lingkungan kerja, kelompok bermain, maupun media massa.
1. Keluarga
Pada awal kehidupan seseorang, agen atau media sosialisasi yang utama adalah keluarga. Peran keluarga sebagai agen sosialisasi yang pertama terletak pada pentingnya pengenalan kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan dalam tahap ini. Pada tahap ini seorang anak belajar berkomunikasi lewat pendengaran, penglihatan, perasa, dan sentuhan fisik. Sosialisasi pada tahap awal ini sangat penting, karena pada periode inilah kemampuan-kemampuan tertentu diajarkan.
Proses sosialisasi akan gagal, jika proses itu terlambat dilakukan. Seperti gambar berikut ini, melalui interaksi dalam keluarga, anak mempelajari kebiasaan, sikap, perilaku, dan nilai-nilai budaya yang diyakini dalam keluarga maupun masyarakat.
Nilai-nilai budaya yang tumbuh di masyarakat berguna untuk mencari keselarasan atau keharmonisan hidup. Nilai-nilai budaya ini diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan nilai dimungkinkan sesuai dengan tuntutan jaman, asalkan menuju perbaikan.
Oleh karena itu, proses sosialisasi dalam setiap diri anak sangat penting. Proses sosialisasi ini dimulai dari lingkungan keluarga, yaitu bagaimana suatu keluarga mempunyai pola asuh yang sesuai dengan budaya keluarga itu. Jadi keluarga mempunyai fungsi sosialisasi, antara lain :
a. Sebagai tempat awal perwarisan budaya agar anak terbiasa dengan aturan yang dianut oleh masyarakat setempat.
b. Merupakan wadah pembentukan watak, kepribadian, budi pekerti agar anak dapat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat setempat.
Uraian di atas merupakan proses sosialisasi di keluarga yang ideal. Adakalanya proses sosialisasi berlangsung tidak sempurna dikarenakan ada beberapa faktor. Misalnya, ada pergeseran nilai tentang peran perempuan. Dewasa ini, di Indonesia telah berkembang nial budaya bahwa perempuan tidak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga saja, tetapi juga sebagai perempuan pekerja yang berkarir atau menjadi tenaga tenaga kerja wanita yang bekerja di luar negeri. Perubahan ini bedampak pada pola asuh anak, pengasuhan anak tidak hanya oleh orang tua, tetapi dibantu oleh pengasuh anak atau keluarga dari orang tua. Hal ini akan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak.
Sosialisasi primer yang berlangsung dikeluarga merupakan awal dari pembentukan kepribadian anak. Bahwa anak merupakan makhluk yang rentan, tergantung, lugu, dan memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus, sehingga anak memerlukan perawatan dan perlindunga yang khusus pula. Keluarga yang harmonis, penuh cinta kasih, dan pengeritian adalah tempat untuk berkembangnya secara penuh baik fisik maupun mental. Namun, ada sejumlah kondisi anak-anak Indonesia tergolong dalam kondisi yang kurang beruntung.
Keluarga dengan tekanan ekonomi yang berat merupakan salah satu faktor yang berdampak pada pola asuh terhadap anak. anak yang seharusnya masih berada pada usia sekolah terpaksa membantu orang tua untuk bekerja. Keadaan ini menjadi parah, karena 80 persen dari pekerja anak terutama di pedesaan, mereka bekerja tanpa dibayar. Akibat dari itu semua perkembangan diri anak menjadi terganggu. Anak mengalami kekerasan fisik, putus sekolah, salah pergaulan, yang pada umumnya tidak memperbaiki kodrat mereka sebagai anak. Di bawah ini, contoh kasus perjalanan bagaimana seorang anak menjadi anak jalanan.
2. Kelompok Sebaya atau Sepermainan (peer group)
Anak setelah bisa berjalan dan berbicara, juga membutuhkan kegiatan bermain. Interaksi dengan orang lain atau teman sebaya, membuat anak mengenal beragam aturan tentang peranan setiap individu. Seperti gambar di bawah ini, anak-anak begitu ceria dengan teman sepermainannya.
Dengan bermain anak mengenal nilai-nilai solidaritas, keadilan, toleransi, dan kebenaran. Semakin bertambah usai anak, media sosialisasi kelompok sebaya memberi pengaruh yang begitu besar dalam pembentukan kepribadian seseorang.
Seseorang tidak bisa melepaskan hubungannya dengan jaringan kelompok. Kelompok adalah tiap kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Sebagai remaja, kamu dituntut selektif pada saat menentukan keanggotaan dalam berkelompok. Sikap-sikap apa saja yang harus kita tunjuk dalam berinteraksi sosial dengan teman-teman kita?
a. Sikap toleran terhadap keragaman perilaku
Keragaman perilaku akan menentukan pada kelompok mana seorang remaja akan bergabung. Bentuk kelompok dibedakan menjadi dua, yaitu kelompok sendiri dan kelompok luar. Kelompok sendiri adalah kelompok dimana aku menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok luar adalah kelompok yang aku tidak menjadi anggota kelompok itu. Kedua bentuk kelompok itu sangat penting karena dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Kelompok sendiri mengharapkan anggota kelompok mendapatkan pengakuan, kesetiaan, dan pertolongan. Dari kelompok luar kita menerima sikap permusuhan atau persaingan. Untuk itu sikap toleransi diperlukan untuk melihat keragaman perilaku antar teman. Karena dengan bersikap toleran, pertentangan dapat dihidari dan akan tercipta keselarasan dalam hubungan antar kelompok.
b. Sikap kritis dalam menentukan kelompok
Seseorang dalam menentukan pilihan untuk bergabung dengan kelompok harus bersikap kritis. Dilihat dari tipe hubungan kelompok dapat dibedakan menjadi kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer adalah kelompok dimana kit dapat mengenal sebagai seorang pribadi yang akrab. Dalam kelompok primer hubungan bersifat tidak resmi, akrab, dan personal. Contoh, kelompok yang mempunyai kesamaan hobi, kesamaan tempat tinggal, dan sebagainya. Sedangkan kelompok sekunder adalah lebih bersifat resmi, dna didasarkan pada tujuan. Contohnya adalah kelompok belajar, kelompok ilmiah remaja, dan sebagainya. Kelompok primer lebih menekankan pada hubungan, sedangkan kelompok sekunder lebih berorientasi pada tujuan. Seorang siswa harus bersikap kritis dalam menentukan pilihan berkelompok. Kelompok sebaiknya bisa membentuk kepribadian seseorang untuk berperilaku lebih baik. Kekeritisan seseorang dibutuhkan terutama dalam lingkungan yang keras. Munculnya anak-anak jalanan tidak semata-mata karena tekanan ekonomi keluarga, tetapi terjadinya kekerasan dalam keluarga juga menjadi pemicu anak-anak terdampar di jalanan. Anak-anak jalanan sangat rentan terhadap perjudian, penyalahgunaan obat-obatan, dan kekerasan dalam kelompok mereka. Anak-anak terjerumus demikian, karena mereka tinggal dengan orang yang memperkerjakan mereka atau dengan rekan keraja yang lebih dewasa. Sedangkan, kebutuhan dan gaya hidup mereka berbeda. Kondisi ini memengaruhi perkembangan psikologis anak. Contoh, anak-anak yang berkerja sebagai operator jermal dan pemancingan melakukan perjudian dan merokok. Oleh karena itu, seleksi terhadap kelompok bergaul menjadi sesuatu yang berharga, agar tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. Pemerintah dan masyarakat diharapkan memahami keberadaan anak-anak jalanan dengan tidak bertindak sewenang-wenang, tetapi berpartisipasi untuk mengembalikan mereka ketempat yang aman dan layak.
3. Sekolah atau Kelompok Belajar
Sekolah sebagai jalur pendidikan formal atau kelompok belajar, adalah bagian dari pendidikan non formal merupakan agen sosialisasi yang mengajarkan hal-hal baru yang tidak diajarkan dikeluarga maupun dalam interaksi dengan kelompok sebaya.
Kelompok belajar mempersiapkan peran-peran baru untuk masa mendatang saat seseorang tidak tergantung lagi pada orangtuanya. Selain mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan mengembangkan intelektual anak, kelompok belajar atau sekolah juga membekali peserta didik dengan kemandirian, tanggung jawab, dan tata tertib.
Peran pemerintah maupun masyarakat yang aktif dan peka terhadap potensi di wilayahnya, memberi peluang untuk menyejahterakan masyarakat dengan meningkatkan keterampilan mereka. Contoh, keterampilan yang dibina oleh lembaga-lembaga pendidikan nonformal, disesuaikan dengan kondisi geografis lembaga penyelenggara kegiatan keterampilan tersebut.
4. Media Massa
Media Massa meliputi media cetak yaitu surat kabar, majalah atau tabloid, dan media elektronik, antara lain radio, televisi, internet, film. Media massa, dewasa ini berperan besar sebagai media sosialisasi. Sikap kritis dari setiap individu akan mampu menyaring beragam informasi yang sangat gencar diberikan oleh media massa.
Gencarnya tayangan iklan di media cetak atau media elektronik mendorong manusia untuk berperilaku konsumtif. Pedagangan bebas dan pesatnya teknologi informasi membuat arus barang dari negara satu ke negara lain bergerak cepat. Demikian pula gaya hidup yang mengarah pada pola konsumtif dan cara perolehannya yag mudah menjadi ancaman bagu budaya lokal. Film atau sinetron yang menayangkan budaya kekerasan menjadi contoh dalam kehidupan sehari-hari pada saat seseorang terlibat suatu masalah.
Demikian juga beragam hiburan televisi yang mengarah pada budaya pop, mudah dinikmati setiap saat dengan beragam bentuk dari berbagai stasion televisi yang begitu banyak.
Di sisi lain, media massa memberikan manfaat dalam menyebarkan ilmu pengetahuan atau membuka wawasan seseorang dalam menyikapi berbagai informasi. Misalnya, masalah tenaga kerja Indonesia ilegal di Malaysia. Dari media massa kita mendapatkan informasi apa dampak bila menjadi TKI secara ilegal, apa saja prosedur yang seharusnya dilakukan oleh TKI. Beragam informasi mengelilingi kita, bagaimana kita menyikapi informasi itu ditentukan oleh kepribadian masing-masing individu.
3. Bentuk Sosialisasi
Sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder adalah dua bentuk sosialisasi. Sosialisasi primer adalah sosialisasi yang berlangsung pada tahap awal kehidupan seseorang sebagai manusia. Sosialisasi ini terjadi di lingkungan keluarga, yang mengajarkan anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat.
Sedangkan sosialisasi sekunder adalah proses yang memperkenalkan seseorang dalam lingkungan diluar keluarganya. Sosialisasi sekunder berlangsung di kelompok belajar, lingkungan kerja, kelompok bermain, maupun media massa.
Sumber : Modul Paket C Setara SMA Kelas X tahun 2004
AGEN-AGEN SOSIALISASI
Judul Artikel : AGEN-AGEN SOSIALISASI
0 komentar:
Posting Komentar